Minggu, 20 Juni 2010

saat aku memilih STM


Aku lulus dengan nilai cukuplah untuk masuk SMK Negri 52 Jakarta, karena nilai yang diharuskan untuk masuk ke SMK itu cukup tinggi, apa lagi untuk memasuki jurusan Mesin perkakas. Karena dari tingkatannya jurusan Otomotiv yang pertama, yang kedua yaitu Teknik Mesin Perkakas, yang ketiga adalah teknik Gambar bangunan, dan yang terakhir adalah teknik perkayuan. Alhamdullah dengan nilaiku aku dapat posisi yang ke dua, yaitu teknik Mesin Perkakas.
Pada saat itu aku menyadari bahwa uang muka untuk disekolah tersebut tidaklah murah bagi keluargaku, mungkin termurah diantara sekolah-sekolah lain, Uang muka disekolah itu sebesar Rp.1.600.000,-. Alhamdulillah, ketika ibu ku berbincang dengan ibu pengurus penesimaan siswa baru agar kiranya dapat diperingan, ternyata akhirnya dikabulkan. ibuku membayar Rp.1.400.000,-.
Alhamdulillah dengan ijin Allah SWT. Aku dapat masuk sekolah yang baik, dan mempunyai nama yang cukup baik dan di kenal di Jakarta Timur, dengan apa yang dilakukan ibuku menjadi suatu cambuk agar sekirannya aku tidak mengecewakan beliau,
Awalku memulai hari baruku saat STM, sangat menyenagkan, pada saat itu siswa baru satu angkatanku anak perempuannya hanya berjumlah 2 orang, mereka berdua masuk ke kelas jurusan terkik Gambar bangunan yang bergerak dibidang arsitek. Yang ku maksud menyenangkan adalah saat aku mengenal teman baru yang bisa dibilang agak nakal lah, karena mereka terdiri dari individu yang sangat berbeda, yang terbiasa dengan lingkungan yang agak bebas. Namun ada juga yang dikenal kelompok alim yaitu yang tidak banyak tingkah yang nakal. Aku menjalani hari-hari ku disekolah itu dengan tertawa dan canda. Menurutku candaan saat STM adalah candaan yang paling parah yang aku tahu, karena kami sekelas lelaki semua, tak ada yang perempuan. Kami pun berdialog apa adanya, saat ngobrol baik nyambung, bahkan ngobrol jahat ataupun nakal, kami lebih nyambung.
Saat aku bersekolah di STM, ternyata dari guru-guru nya menyenangkan, dan merekapun nyambung dengan kami, mungkin terbiasa dengan anak lelaki yang nakal ataupun yang cuek. Jadi merekapun maklum. Aku menikmatinya. Biasa bila pelajaran terakhir tidak ada gurunya sekitar jam 12.00 tanpa ada instruksi kami pun langsung hengkang dari sekolah, bukan karena bandel, namun kami fikir dari pada kami belajar tidak ada gurunya lebih baik kami pulang atau bermain sepakbola. Tidak hanya saat pelajaran terakhir, namun saat pelajaran kosong/tanpa guru, kami lebih memilih bermain sepakbola, dengan bahagianya kami bermain tanpa beban.
Saat pelajaran yang tidak ada gurunya selesai, kami bergegas kembali kekelas, dengan cepatnya kami kekelas agar guru selanjutnya tidak marah, dengan keadaan terengah-engah sambil kipasan dengan buku tulis kami berusaha menenangkan diri agar tidak dicurigai dengan guru kami. Namun tetap saja guru kami mengetahui jika kami telah bermain bola, dan dengan himbauannya agar kami tidak bermain sepakbola jika tidak ada guru saat pelajaran apapun. Yang namanya anak lelaki, ya tetap saja melakukan yang kami suka, yaitu berekspresi dalam sepakbola. Namun saat pelajaran matematika , guruku saat mengetahui kami sekelas bermain sepakbola, langsung murka, beliau tak segan-segan untuk memukul kami dengan penghapus yang terbuat dari kayu yang sangat tebal. Untungnya aku tidak bermain bersama mereka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar